Monday, June 6, 2011

Persuasi

Persuasi

Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan
kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap
stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu
kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negatif
terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi,
situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;
Gerungan, 2000).

Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu
keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan
individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak
lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi
keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari
penulis yang berbeda. Namun demikian, jika dicermati hampir semua
batasan sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap merupakan suatu
keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia.
Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses
akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana
pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia
(Wadworth, 1971).


Keyakinan diri inilah yang mempengaruhi respon pribadi terhadap obyek dan lingkungan sosialnya. Jika kita yakin bahwa mencuri adalah perbuatan tercela, maka ada kecenderungan dalam diri kita untuk menghindar dari perbuatan mencuri atau menghidar terhadap lingkungan pencuri. Jika seseorang meyakini bahwa dermawan itu baik, maka mereka merespon positif terhadap para dermawan, dan bahkan mungkin ia akan menjadi dermawan.

Sekilas, di atas terlihat bahwa antara sikap dan perilaku ada kesamaan.
Oleh karena itu, psikolog sosial, seperti Morgan dan King, Howard dan
Kendler, serta Krech dkk., mengatakan bahwa antara sikap dan perilaku
adalah konsisten. Apakah selalu bahwa sikap konsisten dengan perilaku?
Seharusnya, sikap adalah konsisten dengan perilaku, akan tetapi karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka dapat juga sikap
tidak konsisten dengan perilaku. Dalam keadaan yang demikian terjadi
adanya desonansi nilai.


Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech,
Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi perilaku adalah beragam, di antaranya pendidikan,
nilai dan budaya masyarakat, politik, dan sebagainya. Sedang faktor
hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang berupa karunia
pencipta alam semesta yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir,
yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara
bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Jika kita ingin menumbuhkan
sikap, kita harus memadukan faktor bawaan berupa bakat dan faktor
lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum
konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan
dengan faktor lingkungan, tanpa mengorbankan satu faktorpun (Syah,
2002).

Jika seorang pendidik menginginkan menumbuhkan sikap sasaran didik,
seharusnya mengetahui bakat yang ada pada sasaran didik, keinginan
sasaran didik, nilai dan pengetahuan yang seharusnya didapat sasaran
didik, serta lingkungan lain yang kondusif bagi penumbuhan sikap
mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini sulit dilakukan,
tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan berkembang dan
bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh diam. Apapun
hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan inovasi proses pendidikan.
Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang cukup
panjang untuk mencapai suatu keberhasilan.


Sebagaimana diketahui oleh umum, bahwa sistem pendidikan kita masih
bersandar pada prinsip, teori, dan konsep behavioristik. Konsep dan
teori terbut jika diaplikasikan dalam pendididikan kejuruan dan
profesi, sudah tidak relevan lagi. Model pendidikan klasikal, seperti
yang sekarang ini banyak diterapkan, berangkat dari konsep
behavioristik, sulit untuk menumbuhkan sikap wirausaha. Pada masa
pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada saat ini, sangat
membutuhkan tenaga wirausahawan untuk mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita masih mempertahankan
model pendidikan behavioristik, kami yakin bahwa tidak akan mampu
menumbuhkan wirausahawan yang menjadi pelaku pembangunan ekonomi
nasional yang handal. Dengan demikian, perubahan sistem dan model
pendidikan, khususnya dalam pendidikan bisnis, perlu dilakukan.
Terutama mengarah pada pembelajaran kewirausahaan.

Pengertian Persuasi itu sendiri Adalah
proses untuk mengarahka dan membimbing orang dan diri sendiri agar mengadopsis sebuah ide, sikap, atau tindakan dengan cara yang rasional dan simbolik.
Dalam kegiatan persuasi selalu ditandai empat hal, yaitu:
  1. Melibatkan sekurang-kurangnya dua pihak
  2. Ada tindakan secara sengaja mempengaruhi
  3. Adanya pertukaran/transaksi pesan persuasiv
Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator [1].
Pada umumnya sikap-sikap individu/ kelompok yang hendak dipengaruhi ini terdiri dari tiga komponen:
  1. Kognitif - perilaku dimana individu mencapai tingkat "tahu" pada objek yang diperkenalkan.
  2. Afektif - perilaku dimana individu mempunyai kecenderungan untuk suka atau tidak suka pada objek.
  3. Konatif - perilaku yang sudah sampai tahap hingga individu melakukan sesuatu (perbuatan) terhadap objek.
Kepercayaan/ pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku dan tindakan mereka terhadap sesuatu. mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka. Walaupun ada kaitan antara kognitif, afektif, dan konatif - keterkaitan ini tidak selalu berlaku lurus atau langsung.
Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Komunikasi persuasif ini biasa digunakan dalam komunikasi politik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi kita menjadi persuasif atau bisa mempengaruhi orang lain
Pertama, Komunikator. Komunikator atau sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan kepada orang lain. Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif, maka komunikator harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan kredibel disini adalah komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang apa yang disampaikannya. Misalnya, ketika seorang komunikator P2KP menjelaskan kepada komunikannya tentang apa itu P2KP, dia harus menguasai apa yang akan disampaikannya. Apalagi pada saat audience atau komunikan adalah masyarakat perkotaan yang heterogen.
Hal ini pernah penulis rasakan ketika mengikuti sosialisasi pada suatu kelurahan yang masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang mempunyai pendidikan dan pengalaman yang jauh lebih tinggi dari komunikator. Seandainya pada saat itu para komunikator yang hadir kurang menguasai program yang dibawa, tentunya masyarakat tidak akan puas, bahkan mungkin tidak akan berpengaruh pada perubahan sikap yang diharapkan. Ketidak-kredibelan komunikator juga sering disampaikan oleh masyarakat sendiri, dengan cara membandingkan antara fasilitator yang satu dengan fasilitator lainnya. Kemudian trustworthiness (dapat dipercaya) juga sangat penting bagi komunikator supaya komunikasi yang dilakukannya menjadi persuasif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi persuasif agar berhasil

Banyak faktor menentukan keberhasilan/ ketidak berhasilan suatu pesan yang bertujuan persuasif. Empat faktor utama adalah
  1. Sumber pesan/ komunikator yang mempunyai kredibilitas yang tinggi; contohnya seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang apa yang disampaikannya.
  2. Pesan itu sendiri (apakah masuk akal/ tidak)
  3. Pengaruh lingkungan
  4. Pengertian dan kesinambungan suatu pesan (apakah pesan tersebut diulang-ulang)
Namun faktor-faktor ini tidak berjalan secara bertahap, pada banyak kasus faktor-faktor ini saling tumpang tindih.


Pengetahuan tentang Komunikasi Persuasif dapat dipergunakan untuk mereka yang bergerak di bidang penyuluhan kampanye, periklanan dan lain sebagainya. Bagi mahasiswa dan mereka yang ingin lebih mendalami tentang hal-hal yang berkaitan Komunikasi ada dalam segala aktivitas hidup kita. Bentuknya bisa berupa tulisan, lisan, gambar, isyarat, kata-kata yang dicetak, simbol visual, audio visual, rabaan, suara, kimiawi, komunikasi dengan diri sendiri, kelompok, organisasi, antarpersona, dialogis, dan lain-lain.
Istilah komunikasi berasal dari perkataan Latin communicare, yang berarti berpartisipasi, memberitahukan, atau menjadi milik bersama.
Untuk memahami komunikasi, dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif umum dan perspektif paradigmatik. Perspektif secara umum dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengertian secara etimologis, dan pengertian secara terminologis.
Istilah persuasi bersumber dari perkataan Latin, persuasio, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu.
Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi yang dilakukan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah.
Dari beberapa definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, tampak bahwa persuasi merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku seseorang, baik secara verbal maupun nonverbal.
Komponen-komponen dalam persuasi meliputi bentuk dari proses komunikasi yang dapat menimbulkan perubahan, dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar, dilakukan secara verbal maupun nonverbal.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam komunikasi persuasi meliputi kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi, serta memilih strategi yang tepat.
Ruang lingkup kajian ilmu komunikasi persuasif meliputi sumber, pesan, saluran/media, penerima, efek, umpan balik, dan konteks situasional.
Pendekatan yang digunakan dalam komunikasi persuasif adalah pendekatan psikologis.
Tiga fungsi utama komunikasi persuasif adalah control function, consumer protection function, dan knowledge function.
Konsep Dasar Sikap
 
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai, mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif menetap, mengandung aspek evaluatif, dan sikap timbul dari hasil pengalaman.
Karakteristik sikap adalah memiliki objek, memiliki arah, derajat, dan intensitas, dapat dipelajari, dan bersifat stabil serta tahan lama.
Ada tiga komponen sikap, yakni komponen kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotor. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan tentang objek, ide dan konsep. Komponen afektif berkaitan dengan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku.
Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, yakni pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal. Pengaruh faal berkaitan dengan aspek biologis seseorang, sedangkan faktor kepribadian menyangkut perpaduan antara mental dan neural. Pengaruh eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan, baik berupa situasi, pengalaman maupun hambatan untuk terbentuknya sikap.
Sikap merupakan aspek yang sangat strategis dalam kajian persuasi. Konsep sikap sangat bermanfaat bagi persuader dalam memprediksi sikap persuadee sehingga ia dapat melakukan komunikasinya secara efektif.
Pendekatan Teori Belajar dalam Komunikasi Persuasif

Classical Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan organisme memberikan respon terhadap suatu rangsangan yang sebelumnya tidak menimbulkan respon tersebut.

Unsur-unsur Classical Conditioning meliputi Unconditional stimulus, unconditional respons, dan conditioned stimulus. Konsep tersebut berkaitan dengan tahap-tahap penelitian Pavlov, yang terdiri dari tahap latihan, terbentuknya pelaziman, reinforce, dan spontaneous recovery.
Operant Conditioning adalah penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku individu.
Throndike merumuskan konsep belajar, dengan prinsip utamanya yang terkenal law of effect. Skinner mengembangkan law of effect dari Thorndike dengan menambahkan unsur reinforcement atau penguatan.
Ada lima konsep yang berkaitan dengan jadwal penguatan dan pengaruhnya terhadap taraf respon dan taraf penghapusan, yakni penguatan kontinu, penguatan rasio-tetap, penguatan selang-tetap, penguatan rasio-berubah, dan penguatan selang-berubah.
Skinner membedakan tingkah laku menjadi dua jenis, yakni tingkah laku responden dan tingkah laku operant.
McGuire mengembangkan teori inokulasi (theory of inoculation) dengan menganalogikan proses penggunaan imunisasi untuk jenis penyakit tertentu.
Melalui pendekatan inokulasi, seseorang akan menolak persuasi dengan cara mempertahankan posisinya, sehingga ia menjadi tidak peka terhadap pesan-pesan persuasi yang datang dari orang lain.
Persuasi dapat dipandang sebagai suatu cara belajar. Manusia dapat belajar tentang fenomena-fenomena yang ada di hadapannya. Manusia dapat mengubah respon yang berkaitan dengan sikapnya. Belajar persuasi merupakan suatu gabungan produk pesan yang diterima individu dan mengantarai berbagai kekuatan di dalam individu yang bertindak berdasarkan pesan-pesan tersebut agar menghasilkan pesan-pesan persuasif.
Isi Pesan Persuasif

Terdapat tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu (1) membentuk tanggapan, (2) memperkuat tanggapan, dan (3) mengubah tanggapan.
Dalam proses pembentukan sikap dan tanggapan, persuader harus mampu mempertalikan antara gagasan atau produk baru dengan nilai-nilai yang telah melekat dalam sistem masyarakat atau sasaran. Penguatan tanggapan adalah terdapatnya kesinambungan perilaku yang sedang berlangsung saat ini terhadap beberapa produk, gagasan dan isu. Pengubahan tanggapan adalah perubahan tanggapan sasaran persuasi untuk mengubah perilaku mereka terhadap suatu produk, konsep atau gagasan.
Dalam komunikasi persuasif, menggayakan pesan merupakan aspek yang penting karena dapat "membungkus" pesan menjadi lebih menarik dan enak di "konsumsi". Seorang persuader harus memiliki gaya perolehan perhatian yang mengesankan, yang dapat diperoleh dengan cara penggunaan bahasa yang jelas, luas dan tepat. Bahasa yang efektif mengandung tiga unsur, yaitu kejelasan, kelugasan, dan ketepatan.
Agar komunikasi persuasif berfungsi dengan baik dan efektif, maka dalam penyampaian pesan-pesan persuasi harus disertai dengan gaya yang mengesankan, menawan, dan tidak membosankan. Untuk itu, ada tujuh teknik yang bisa digunakan, yaitu omisi, inversi, suspensi, antitesis, repetisi, paralelisme, dan aliterasi.
Daya guna pesan persuasif dapat dilihat dari fungsi pesan itu sebagai (1) isyarat yang disampaikan, (2) bentuk struktural, (3) pengaruh sosial, (4) penafsiran, (5) refleksi diri, dan (6) kebersamaan.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:R0Aq3Cyh1lYJ:pustaka.ut.ac.id/website/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D152:skom4326-komunikasi-persuasif%26catid%3D29:fisip%26Itemid%3D74+pengertian+persuasif+sosial&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl




KENDALA PERSUASI

Thursday, June 2, 2011

Defenisi Kepribadian


Kata “kepribadian” (personality) sesungguhnya berasal dari
kata latin: pesona. Pada mulanya kata personaini menunjuk pada topeng yang
biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan
perannya. Lambat laun, kata persona (personality) berubah menjai satu istilah yang
mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok
masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan
atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya.
Kepribadian (Allport, 1971 ) adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-
sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang
unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali dibuat gambaran
yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah mencoba
mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya.  Struktur
kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-
cita, dan persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.
B. Pembentukan Kepribadian
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita
dapat  membedakannya dalam dua golongan :
1 . Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam
kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan
peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita
seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu
3dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada
norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan.  Meskipun
demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau
dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana
orang itu hidup. Hal ini disebabkan karena :
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya
(orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada
setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan
dan  pendapatnya  sendiri  sehingga  orang-orang  yang  menerima
pandangan dan pendapat  yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula
pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang
terjadi pada dirinya sendiri.
2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri.
Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang
bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi
pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan
pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia
membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen) .
Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama
makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri.
Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah
satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru,
dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan
kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung
mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan
ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya.

Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu
menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan-
gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan
agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur
melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi
dirinya sendiri.
C. Teori-Teori Kepribadian
Ada empat teori kepribadian utama yang satu sama lain tentu saja berbeda,
yakni teori kepribadian psikoanalisis, teori-teori sifat (trait) , teori kepribadian
behaviorisme, dan teori psikoligi kognitif.
1 . Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam  mencoba mamahami sistem  kepribadian  manusia,  Freud
membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan
ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut
menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink
individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan
superego.
Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera
impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa
dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara
hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori
psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id ( yang berisi naluri
seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi
larangan yang menghambat naluri-naluri itu) . Selanjutnya ego masih harus
mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku
tertentu.

Namun,  dalam  psikoanalisis  Carl  Gustav Jung,  ego  bukannya
menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola
dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi
naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang
lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam
dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya
pada dorongan seks.
Bagi erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan
superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan
pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk
rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego
itu aktif, bukan pasif seperti pada teori freud, dan merupakan unsur utama dari
kepribadian yang lebih banyak dipengarihi oleh faktor sosial daripada dorongan
seksual.
2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang
menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap.
Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-
sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara
tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif
tetap dari situasi ke situasi.
Allport  membedakan  antara  sifat  umum  (general  trait)  dan
kecenderungan pribadi (personal disposition) . Sifat umum adalah dimensi sifat
yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan
pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada
dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda
dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka
terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan “kebohongan
putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran.
Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa
adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula memilki sifat
yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati
karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati
karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan
hidup.
Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim
Sheldom. Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun
demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya,
manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi,
setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda
menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen
ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang isebutnya sebagai
somatotipe.  Menurut  Sheldom  ada   tiga  komponen  atau  dimensi
temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi,
memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan,
tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat-
sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi,
membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan
perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia.  Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan
bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan
takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila
sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.
3. Teori Kepribadian Behaviorisme

Menurut  Skinner,  individu  adalah  organisme  yang memperoleh
perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab
tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor
lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat
(tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
 Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan
pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai
konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan
untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :
1 ) Pengekangan fisik (psycal restraints)
Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik.
Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari
menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya
dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang tealh
menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut
secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids)
Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan  untuk mengontrol
perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat
perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan
fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa
dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai
kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)

Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab.
Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak
permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional
dalam diri kita  untuk mengontrol diri.  Misalnya,  beberapa orang
menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stess.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku
yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk
menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita
mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita
tentang mereka. 
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut
Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri
atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri
sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik,
dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment)
Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal
mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum
dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara
menyendiri dan belajar kembali dengan giat.
4. Teori Psikologi Kognitif
Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari
pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi

lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang
diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur,
saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya
dijadikan awal dari suatu perilaku.
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian
manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling
terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi) . Dalam teori ini, unsur psikis dan
fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia.
Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri
dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran
seseorang.
D. Tipe-Tipe Kepribadian
Pada dasarnya setisp orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain.
Penelitian tentang kepribadian manusia dilakukan para ahli sejak dulu kala. Kita
mengenal Hippocrates dan Galenus yang mengemukakan bahwa manusia bisa dibagi
menjadi empat golongan menurut keadaan zat cair yang ada dalam tubuhnya.
1) Melancholicus (melankolisi), yaitu orang-orang yang banyak empedu
hitamnya, sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung atau
muram, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga.
2) Sanguinicus  (sanguinisi), yakni orang-orang yang banyak darahnya,
sehingga orang-orang tipe ini selalu menunjukkan wajah berseri-seri, periang
atau selalu gembira, dan bersikap optimistis.
3) Flegmaticus (flegmatisi), yaitu orang-orang yang banyak lendirnya. Orang-
orang seperti ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis,
pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.

4) Cholericus (kolerisi), yakni yang banyak empedu kuningnya. Orang bertipe
ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan
diri, sifatnya garang dan agresif.
C.G. Jung, seorang ahli penyakit jiwa dari Swiss, membuat pembagian tipe
manusia dengan cara lain lagi. Ia menyatakan bahwa perhaian manusia tertuju pada
dua arah, yakni keluar dirinya yang disebut extrovert, dan kedalam dirinya yang
disebut introvert. Jadi, menurut jung tipe manusia bisa dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu :
1 ) Tipe extrovert, yaitu orang-orang yang perhatiannya lebih diarahkan keluar
dirinya, kepada orang-orang lain dan kepada masyarakat.
2) Tipe introvert, orang-orang yang perhatiannya lebih mengarah pada dirinya.
Orang yang tergolong tipe extrovert mempunyai sifat-sifat: berhati
terbuka, lancar dalam pergaulan, ramah, penggembira, kontak dengan lingkungan
besar sekali. Mereka mudah memegaruhi dan mudah pula dipengaruhi oleh
lingkungannya. Adapun orang-orang yang tergolong introvert memiliki sifat-sifat :
kurang pandai bergaul, pendiam, sukar diselami batinnya, suka mnyendiri, bahkan
sering takut kepada orang lain.
Kretschmer, ahli penyakit jiwa berkebangsaan Jerman, mengemukakan
adanya hubungan yang erat antara tipe tubuh dengan sifat dan wataknya. Ia
memebagi manusia dalam empat golongan menurut tipe atau bentuk tubuhnya
masing-masing, yaitu berikut ini :
1) Atletis, dengan ciri-ciri tubuh: besar, berotot kuat, kekar dan tegap, berdada
lebar.
2) Astenis, dengan ciri-ciri: tinggi, kurus, tidak kuat, bahu sempit, lengan, dan
kaki kecil.
3) Piknis, dengan ciri-ciri: bulat, gemuk, pendek, muka bulat, leher pejal.
4) Displastis, merupakan bentuk tubuh campuran dari ketiga tipe diatas.

Tipe watak orang yang berbentuk atletis dan astenis adalah schizothim, yang
menurut Kretschmer mempunyai sifat-sifat, antara lain : sulit bergaul, mempunyai
kebiasaan yang tetap, sukar menyesuaikan diri dengan situasi baru, kelihatan
sombong, egoistis dan bersifat ingin berkuasa, kadang-kadang optimis, kadang
pula pesimis, selalu berpikir terlebih dahulu masak-masak sebelum bertindak.
Lain halnya dengan orang yang memiliki bentuk tubuh piknis, atau tipe
wataknya sering disebut siklithim. Sifat orang-orang ini adalah mudah bergaul,
suka humor, mudah berubah-ubah stemming-nya, mudah menyesuaikan diri
dengan situasi yang baru, lekas memaafkan kesalahan orang lain, tetapi kurang
setia, dan tidak konsekuen.
Menurut teori Sheldon, manusia bisa digolongkan menjadi tiga macam tipe
yaitu :
a. Tipe Endomorp
Menurut Sheldon, orang yang komponen endomorp-nya tinggi, sedangkan
kedua komponen lainnya rendah, ditandai oleh alat-alat dalam dan seluruh
sistem digestif (yang berasal dari endoderm) memegang peranan penting.
Sheldom menyebut tipe endomorph dengan kecenderungan pada kebulatan,
keluwesan, kehalusan, dan gemuknya tubuh, serta tangan-kaki yang lembut dan
kecil.
b. Tipe Mesomorph
Dalam pandangan Sheldon, orang yang bertipe mesomorph, komponen
mesomorphnya tinggi, sedangkan komponen lainnya lagi rendah. Karena itu,
bagian-bagian tubuhnya yang berasal dari mesoderm relatif berkembang lebih
baik ketimbang yang lain-lain; misalnya: otot-ototnya dominan, pembuluh-
pembuluh darah kuat, jantung juga dominan.  Orang tipe ini punya
kecenderungan kokoh, keras, otot tampak bersegi-segi, tahan sakit. Termasuk
pada golongan tipe ini, misalnya, para olahragawan, pengelana, dan tentara.
c. Tipe Ectomorph

Orang-orang yang termasuk pada golongan tipe ectomorph ini adalah organ-
organ mereka berasal dari ectoderm yang terutama berkembang, yaitu kulit,
sistem saraf. Kecenderungan tipe entomorph adalah pada tangan dan kaki yang
lurus, tubuhnya tampak lemah dan langsing, jangkung, dada pipih, dan otot-
otot hampir tidak tampak berkembang.
E. Pengukuran-Pengukuran Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan dari (self-
report)kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau penelusuran kepribadian
seutuhnya (personality inventory, serangkaian instrumen yang menyingkap
sejumlah sifat) . Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki
kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
1.  Observasi Direct
Observasi direk berbeda dengan observasi biasa. Observasi direk
mempunyai sasaran yang khusus , sedangkan observasi biasa mengamati
seluruh tingkah laku subjek. Observasi direk memilih situasi tertentu, yaitu
saat dapat diperkirakan munculnya indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti,
sedangkan observasi biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.
Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat diulang atau
dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat berpidato, sibuk bekerja, dan
sebagainya.Ada tiga tipe metode dalam observasi direk yaitu:
a. Time Sampling Method
Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki pada periode
waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin sekadar muncul tidaknya
respons, atau aspek tertentu.
b.  Incident Sampling Method


Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari berbagai tingkah
laku dalam berbagai situasi. Laporan observasinya mungkin berupa
catatan-catatan dari Ibu tentang anaknya, khusus pada waktu menangis,
pada waktu mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut hal-
hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya, lamanya, juga
tentang efek-efek berikut setelah respons.
c. Metode Buku Harian Terkontrol
Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam buku harian tentang
tingkah laku yang khusus hendak diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri.
Misalnya mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang marah. Syarat
penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah orang dewasa
yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada
pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Wawancara (Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview) berarti mengadakan tatap
muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam
psikologi kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara,
yakni:
a. Stress interview
Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat
bertahan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan juga
untuk  mengetahui  seberapa  lama  seseorang  dapat  kembali
menyeimbangkan  emosinya  setelah  tekanan-tekanan  ditiadakan.
Interviewer ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah, kemudian
dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar.
b. Exhaustive Interview

Exhaustive Interview merupakan cara interview yang berlangsung sangat
lama; diselenggarakn non-stop. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti
para tersangka dibidang kriminal dan  sebagai pemeriksaan taraf ketiga.
3. Tes proyektif
Cara  lain  untuk  mengatur atau  menilai  kepribadian  adalah  dengan
menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan memprediksikan dirinya
melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada
dasarnya  memberi peluang kepada  testee  (orang yang dites)  untuk
memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang
dianggap benar atau salah.
Jika kepada subjek diberikan tugas yang menunut penggunaan imajinasi, kita
dapat menganalisis hasil fantasinya untuk menguur cara dia merasa dan
berpikir. Jika melakukan kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan
dirinya, memantulkan (proyeksi)  kepribadiannya untuk melakukan tugas yang
kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah:
a. Tes Rorschach
Tes yang dikembangkan oleh seorang dkter psikiatrik Swiss, Hermann
Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas sepuluh kartu yang masing-
masing menampilkan bercak tintan yang agak kompleks. Sebagian bercak
itu berwarna; sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan
kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan yang sama.
Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal apa yang dilihatnya tergambar
dalam noda-noda tinta itu.    Meskipun noda-noda itu secara objektif sama
bagi semua peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama lain.
Ini  menunjukkan  bahwa mereka  yang mengalami percobaan  itu
memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda itu. Analisis dari sifat jawaban
yang diberikan peserta itu memberikan petunjuk mengenai susunan
kepribadiannya.
b. Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT)

Tes  apersepsi tematik atau Thematic  Apperception Test (TAT) ,
dikembangkan di Harvard University oleh Hendry Murray pada tahun
1930-an. TAT mempergunakan suatu seri gambar-gambar. Sebagian
adalah reproduksi lukisan-lukisan, sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi
buku atau majalah. Para peserta diminta mengarang sebuah cerita
mengena  tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka diminta
membuat sebuah cerita mengenai latar belakang dari kejadian yang
menghasilkan adegan pada setiap gambar, mengenai pikiran dan perasaan
yang dialami oleh orang-orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode
itu akan berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap kartu TAT, ahli
psikologi melihat tema yang berulang yang bisa mengungkapkan
kebutuhan, motif, atau karakteristik cara seseorang melakukan hubungan
antarpribadinya.
4. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu untuk
melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu. Kuesioner ini mirip
wawancara terstruktur dan ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap
orang, dan jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai,
seringkali dengan bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan,
investori kepribadian mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal
kepribadian (misalnya, tingkat kecemasan) atau beberapa sifat kepribadian
secara keseluruhan. Investori kepribadian yang terkenal dan banyak digunakan
untuk menilai kepribadian seseorang ialah:  (a)  Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI) , (b) Rorced-Choice Inventories, dan (c)
Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale) .
a. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentag sikap, reaksi emosional,
gejala fisik dan psikologis, serta pengalaman masa lalu. Subjek menjawab
tiap pertanyaan dengan menjawab “benar”, “salah”, atau “tidak dapat
mengatakan”.  Pada  prinsipnya,  jawaban  mendapat  nilai  menurut

kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh orang-orang yang
memiliki berbagai macam masalah psikologi. MMPI dikembangkan guna
membantu klinis  dalam mendiagnosis  gangguan kepribadian.  Para
perancang tes tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan
ratusn pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu. Tiap kelompok
diketahui berbeda dari normalnya menurut kriteria tertentu. Kelompok
kriteria terdiri atas individu yang telah dirawat dengan diagnosis gangguan
paranoid. Kelompok kontrol terdiri atas orang yang belum pernah
didiagnosis menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip dengn kelompok
kriteria dalah hal usia, jenis kelamin, status sosioekonomi, dan variabel
penting lain.
b. Rorced-Choice Inventories
Rorced-Choice  Inventories  atau  Inventori  Pilihan-Paksa  termasuk
klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan volunter bila subjek dapat
memilih pilihan yang lebih disukai, dan tahu bahwa semua pilihan itu
benar, tidak ada yang salah (Muhadjir,1992) . Subjek, dalam hal ini, diminta
memilih pilihan yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan
minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya.
c. Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale)
H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori kepribadian Rosanoff
(Muhadjir,  1992) .  Menurut teori  ini,  kepribadian  memiliki  enam
komponen, yang lebih banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:
1 ) Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten, berpikirnya
lebih mengarah pada khayalan.
2) Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten, dengan angan
bahwa dirinya penting.
3) Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat berkobar.
4) Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi dan pesimisme.

5) Hysteroid, ketunaan watak berbatasan dengan tendensi kriminal.
6) Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang bergerak terus.
H-W Temperament Scale tersusun dalam sejumlah item yang berfungsi
untuk memilahkan kelompok yang patologik dari kelompok penderita
hysteroid, misalnya, diasumsikan memiliki mental kriminal.
F. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian adalah suatu proses perkembangan yang timbul pada
masa kanak-kanak, masa remaja, dan berlanjut pada masa dewasa. Keadaan ini
merupakan pola perilaku yang tertanam dalam dan berlangsung lama, muncul sebagai
respon yang kaku terhadap rentangan situasi pribadi dan sosial yang luas.
Penggolongan atau klasifikasi gangguan kepribadian bermacam-macam, yaitu:
a. Kepribadian Paranoid
Kepribadian paranoid adalah gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang
menonjol. Orang lain selalu dilihat sebagai agressor, ingin merugikan, ingin
menyakiti, ingin mencelakai, membahayakan, dan sebagainya, sehingga ia
bersikap sebagai pemberontak untuk mempertahankan harga dirinya. Sering ia
mengancam, memberontak, menolak, membuat keterangan yang tak masuk
akal tentang kesalahan-kesalahannya. Sering ia bersikap apriori, memvonis
sesuatu tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu, tanpa dukungan data
yang akurat, melemparkan tanggung jawab dan kesalahannya pada orang lain.
Penderita umumnya ditinggalkan teman-temannya dan mendapatkan banyak
musuh. Gangguan kepribadian paranoid dibagi dua, yaitu:
- Kepribadian yang mudah tersinggung, bereaksi terhadap pengalaman
sehari-hari secara berlebihan dengan rasa menyerah dan rendah diri, serta
cenderung menyalahkan orang lain tentang pengalamannya itu.

- Kepribadian yang lebih agresif, kasar, serta sangat peka terhadap apa yang
dianggap haknya. Cepat tersinggun bila haknya dilanggar dan sangat gigih
dalam mempertahankan haknya tersebut.
Persamaan kedua kelompok tersebut adalah sifat curiga yang berlebihan, cepat
merasakan bahwa sesuatu itu tertuju pada dirinya dan adanya negatif, serta
mudah sekali tersinggung.
b. Kepribadian Afektif/Siklotim
Ciri utama dari kepribadian siklotim adalah keadaan perasaan dan emosinya
yang berubah-ubah antara depresi dan euforia. Penderita mungkin berhaasil
menarik banyak teman karena sifatnya yang ramah, gembira, semangat, hangat,
tetapi dikenal pula sebagai orang yang tak dapat diramalkan. Dalam keadaan
depresi, penderita dapat menjadi sangat cemas, khawatir, pesimis, bahkan
nihilistik.
c. Kepribadian Skizoid
Sifat-sifat kepribadian ini adalah pemalu, perasa, pendiam, suka menyendiri,
menghindari kontak sosial dengan orang lain. Ciri utamanya adalah  cara
menyesuaikan diri dan mempertahankan diri ditempuh dengan menarik diri,
mengasingkan diri, dan juga sering berperilaku aneh (ekstrinsik) . Pemikirannya
autistik  (hidup  dalam  dunianya  sendiri) ,  melamun  berlebihan,  dan
ketidamampuan menyatakan rasa permusuhan.
d. Kepribadian Eksplosif
Ciri utama tipe ini adalah diperlihatkannya sifat tertentu yang lain dari
perilakunya sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas, sebagai
reaksi terhadap stres yang dialaminya (walaupun mungkin stresnya sangat
kecil) . Segera sesudah itu biasanya ia menyesali perbuatannya.
e. Kepribadian Anankastik

Ciri utama tipe kepribadian ini adalah perfeksionisme dan keteraturan, kaku,
pemalu, disertai dengan pengawasan diri yang tinggi.  Orangnya tdak
kompromis serta sangat patuh (bahkan berlebihan) pada nora-norma, etika,
dan moral. Orang dengan kepribadian ini sering terlambat unutk menikah,
karena tuntutannya terlalu tinggi dan takut/ragu-ragu dalam mengambil
keputusan.
f. Kepribadian Histerik
Ciri utama kepribadian ini adalah sombong, egosentrik, tidak sabilnya emosi,
suka menarik perhatian denga afek yang labil,  sering berdusta dan
menunjukkan pseudologika fantastika (menceritakan secara luas, terperinci, dan
kelihatan masuk akal padahal tanpa dasar fakta atau data. Ia dapat menyatakan
perasaannya secara tepat dan sering disertai dengan gerakan badaniah dalam
berkomunikasi.
g. Kepribadian Astenik
Ciri utamanya hidup tidak bergairah, lemas, lesu, letih, lemah, tak ada tenaga
sepanjang kehidupannya. Orangnya tidak tahan terhadap stres hidup yang
normal dalam kehidupan sehari-hari. Vitalitas dan emosionalitasnya sangat
rendah. Terdapat abulia atau kurang kemauan dan anhedonia (kurang mampu
menikmati sesuatu) .
h. Kepribadian Anti Sosial
Ciri utamanya ialah bahwa perilakunya selalu menimbulkan konflik dengan
ornag lain atau lingkungannya. Tidak loyal pada kelompok dan norma-norma
sosial, tidak toleran terhadap kekecewaan atau frustasi, selalu menyalahkan
ornag lain dengan rasionalisasi. Ia egosentris, idka bertangung jawab, impulsif,
agrsif, kebal terhadap rasa sakit, dan idak mampu belajar dari pengalaman
ataupun hukuman yang diberikan.
i. Kepribadian Pasif-Agresif
Tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu:

- Kepribadian pasif dependen, orang dengan tipe kepribadian ini selalu
berpikir,  merasa,  dan  bertindak  bahwa  kebutuhannya  akan
ketergantungannya itu dapat dipenuhi scara menakjubkan.
- Kepribadian pasif agresif, orang dengan tipe ini merasa bahwa kebutuhan
akan  ketergantungan  tidak  pernah  terpenuhi.  Ia  menunjukkan
penangguhan dan sikap keras agar diterima dengan murah hati apa yang
diharapkannya degan sangat. Tipe kepribadian ini ditandai dengan sifat
pasif dan agresif. Agresifitas dapat dinyatakan secara pasif dengan cara
bermuka masam, malas, menyabot, dan keras kepala.  Perilaku ini
merupakan pencerminan dari rasa permusuhan yang dinyatakan secara
tertutup, atau rasa tidak puas terhadap seseorang/sesuatu yang kepadanya
ia sangat menggantungkan dirinya.
j. Kepribadian Inadequat
Ciri utama tipe ini adalah ketidakmampuannya secara terus menerus atau
berulang-ulang untuk memenuhi harapan atau tuntutan teman atau sebayanya
atau kenalannya. Baik dalam respon emosional, intelektual, sosial, maupun
fisik. Penderta sendiri tidak merasakan sebagai bebean karena dianggapnya
wajar dan harus diterima sebagaimana adanya. Orang dengan tipe ini biasanya
juga empunyai kehidupan yang tak terprogram, tidak mampu melaksanakan
tugas, serta tidak mau dipaksa untuk melakukan sesuatu.

Kesimpulan
Kepribadian setiap individu berbeda satu sama lain. Untuk mengetahui
kepribadian seseorang kita perlu mempelajari struktur kepribadiannya. Ada beberapa
hal yang mempengaruhi pembentukan kepribadian yaitu pengetahuan umum dan
pengetahuan khusus. Sehingga terbentuklah beberapa jenis kepribadian unik dari setiap
individu. Penggolongan ini ada yang berdasarkan faktor eksternal dan internal.
Individu yang tidak dapat menghadapi masalah pribadi dan sosial yang timbul
saat ia masih kanak-kanak sampai dewasa dapat menimbulkan gangguan kepribadian.
Oleh kerena itu sejak dini kepribadian harus dibentuk dengan baik sehingga tidak
mengalami gangguan kepribadian pada masing-masing individu.


DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex, Drs, M.Si. 2003. P s i k o l o g i  U m u m . Bandung: Pustaka Setia.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Dr. 2000. P e n g a n t a r  U m u m  P s i k o l o g i . Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Baihaqi, MIF, Drs, M.Si, dkk. 2005.  P s i k i a t r i  K o n s e p  D a s a r  d a n  G a n g g u a n -
G a n g g u a n . Bandung: PT Refika Aditama.